- March 20, 2025
Kontroversi UU TNI: Revisi yang Disahkan DPR Picu Pro dan Kontra

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) meskipun menuai gelombang kritik dari masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia. Keputusan ini dinilai kontroversial karena proses pembahasannya yang dinilai tergesa-gesa dan minim transparansi.
Revisi UU TNI ini mengubah beberapa pasal penting, termasuk penambahan tugas operasi militer selain perang, perpanjangan usia pensiun prajurit, serta perluasan peran TNI dalam jabatan sipil. Namun, di balik perubahan ini, muncul kekhawatiran tentang potensi tumpang tindih kewenangan antara militer dan sipil.
Pengesahan UU TNI Ditentang Publik
Sidang paripurna DPR yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani pada Kamis (20/3/2025) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, menyetujui revisi UU TNI tanpa perdebatan panjang. Delapan fraksi di DPR kompak mendukung pengesahan meskipun berbagai kelompok masyarakat dan organisasi sipil menyuarakan penolakan.
Organisasi seperti KontraS dan Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti pembahasan yang dilakukan secara tertutup dan tanpa partisipasi publik. Proses revisi dianggap tidak mencerminkan prinsip demokrasi dan mengabaikan suara masyarakat.
Baca juga: Kontroversi Penunjukan Ifan Seventeen Jadi Dirut PFN
Perubahan Krusial dalam UU TNI
Dalam revisi UU TNI ini, terdapat beberapa poin utama yang mengalami perubahan signifikan:
-
Penambahan Tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
TNI kini memiliki 16 tugas OMSP, bertambah dua dari sebelumnya. Dua tugas baru tersebut adalah menghadapi ancaman siber serta perlindungan dan penyelamatan warga negara Indonesia di luar negeri. -
Jabatan Sipil untuk Prajurit Aktif
Jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif bertambah dari 10 menjadi 14 bidang. Kebijakan ini dinilai berpotensi mengaburkan batas antara fungsi militer dan sipil. -
Perpanjangan Usia Pensiun
- Bintara dan tamtama: 55 tahun (sebelumnya 53 tahun)
- Perwira hingga kolonel: 58 tahun (sebelumnya 58 tahun tetap)
- Perwira tinggi bintang empat: 63–65 tahun (sebelumnya 58 tahun)
Perubahan ini dinilai dapat memperpanjang masa dinas perwira tinggi, yang dapat mempengaruhi regenerasi di tubuh TNI.
Implikasi dan Kekhawatiran dari Revisi UU TNI
Sejumlah pakar dan aktivis menilai bahwa revisi ini membuka peluang bagi militer untuk lebih aktif dalam ranah sipil, yang berpotensi bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam negara demokratis. Selain itu, penambahan tugas OMSP dapat memperluas peran TNI di luar fungsi pertahanan utama.
Pengamat militer dan politik menyoroti bahwa revisi ini bisa mengarah pada peningkatan keterlibatan TNI dalam urusan domestik, yang seharusnya menjadi ranah sipil. Sebagai perbandingan, dalam sejumlah negara demokratis, keterlibatan militer dalam urusan sipil sangat dibatasi untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Baca juga: Bedanya Pertalite dan Pertamax: Mana yang Lebih Baik untuk Kendaraan Anda?
Pengesahan revisi UU TNI ini menjadi salah satu momen penting dalam dinamika hubungan sipil-militer di Indonesia. Meskipun DPR dan pemerintah mengklaim bahwa perubahan ini dilakukan demi memperkuat pertahanan nasional, banyak pihak menilai bahwa implikasinya bisa berdampak lebih luas terhadap tata kelola pemerintahan dan supremasi hukum di Indonesia.